Minggu, 13 Oktober 2013

Pergeseran Nilai-nilai Budaya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Dalam dunia pendidikan belajar merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan, karena belajar merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh siswa pada umumnya, termasuk juga mahasiswa. Belajar merupakan suatu tuntutan harus di lakukan oleh semua orang pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya. Pendidikan adalah hal yang sangt penting yang mendukung berkembagnya sumber daya manusia. Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk merndidik manusia agar memiliki kepribadian yang baik, bermoral, dan menguasai bidang ilmu yang di tekuni selama mengenyam pendidikan, serta bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Terkadang harus diakui bahwa masalah penganguran menjadi perhatian kita setelah lulus karena tujuan manusia untuk mengenyam pendidikan rata-rata ingin mendapatkan pekerjaan yang di inginkan. Akan menjadi kebanggan tersendiri bila mampu bersaing untuk memproleh pekerjaan yang menjadi keinginan seseorang.
            Makalah ini dimangsudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial sebagai tugas presentasi kelompok.Psikologi social dimangsudkan agar semua peserta didik terutama calon guru mengerti tentang psikologi, yang berguna untuk mengahdapi kesulitan dalam mengajar nanti, disini kita diajar untuk mengetahui sikap prilaku peserta didik. Inti dalam pengaruh global yaitu adanya pergeseran nilai dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Masyarakat dengan interaksinya akan menerima pengaruh sesuai dengan jamannya. Setidaknya pasti akan mengalami pergeseran nilai dari budaya, baika yang positif ataupun yang negatif

12. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah di uraikan diatas rumusan masalah yang dapat di tarik adalah:                                                                                                                                              1.2.1  Apa yang dimangsud dengan pergeseran nilai?
1,2.2 Apa factor penyebab pergeseran nilai masyarakat Tradisional  menuju masyarakat modern?
1.2.3 Apa dampak positif pergeseran nilai masyarakat tradisional ke masyarakat modern?
1.2.4 Apa dampak negative pergeseran nilai masyarakat tradisional ke masyarakat modern?

1.3 TUJUAN PENULISAN
            Mengacu dari latar belakang di atas tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah:
    1.3.1    Dapat mengetahui pengertian pergeseran niali masyarakat.
    1.3.2    Dapat mengetahui factor penyebab pergeseran nilai masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
    1.3.3    Dapatmengetahui dampak positif pergeseran nilai masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
    1.3.4    Dapat mengetahui dampak negative pergeseran nilai masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat yang di proleh penulis dalam penulisan makalah ini adalah penulis dapat melatih diri dalam membuat karya tulis seperti makalah. Sedangkan bagi pembaca dapat sedikitnya menambah wawasan tentang pergeseran nilai yang dikaji dari mata psikologi social. 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pergeseran Nilai Masyarakat
Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari globalisasi dan pengaruh budaya lain.Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, ditemui dalam kenyataan sering terlepas dari sistim nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan psikologis dan sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi transparan, terasa sempit, hubungan menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan tidak terasa dan seakan pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya tersebut. Perubahan tersebut meliputi  perubahan yang arus globalisasi
1.      Menggeser Pola Hidup Masyarakat.
Dari agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern. Dari kehidupan berasaskan kebersamaan, kepada kehidupan individualis. Dari lamban menjadi serba cepat. Dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialis. Dari tata kehidupan tergantung dari alam ke kehidupan menguasai alam. Dari kepemimpinan formal ke kepemimpinankecakapan (professional).
2.      Pertumbuhan Ekonomi.
Globalisasi bergerak kesana kemari. Tidak samata satu arah. Hala atau arahnya akan menyangkut langsung kepentingan sosial pada masing-masing negara. Keberbagaian atau keragaman yang berlaku selama ini berkesempatan untuk berubah bentuk menjadi seragam dan serupa. Atau berlainan wadah serupa isi. Masing-masing negara (bangsa, nation) akan berjuang memelihara kepentingannya sendiri- sendiri. Kecenderungan sikap kurang memperhatikan nasib negara-negara lain akan merupakan kewajaran saja. Kecenderungan ini berpeluan melahirkan kembali "Social Darwinism", secara konseptual didalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri.
Perubahan-perubahan tersebut otomatis menggeser nilai-nilai dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan. Pergeseran-pergeseran nilai budaya adalah perubahan nilai budaya dari nilai yang kurang baik menjadi baik ataupun sebaliknya. Salah astu aspek yang bergeser dalam kehidupan masyarakat dewasa ini sistem nilai budaya yang menjadi ciri khas dari suatu keluarga tertentu. Keluarga lebih banyak dimasuki oleh budaya dari luar sehingga nilai budaya yang telah tertanam sejak dahulu kala dan merupakan warisan leluhur hampir-hampir dilupakan oleh generasi sekarang ini. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemajuan teknologi dan pesatnya laju pembangunan yang membawa dampak perubahan dan pergeseran nilai di masyarakat. Pergeseran nilai dalam masyarakat kita perlu dilihat sebagai proses sosial. Artinya sebagai proses, ia belumlah sebagai akhir dari tingkatan masyarakat. Masih ada lanjutan tingkatan yang terus menjadi hingga sampai pada level terakhir.
            Pergeseran ini agar berjalan dengan baik, maka perlu pengawasan dari kita semua. Jangan sampai budaya luhur yang telah ada menjadi kabur dan tidak up to date dengan lingkungan kekinian. Pergeseran nilai selain bisa berakibat positif juga negatif. Tergantung cara kita dalam melihat ruh pergeseran itu. Agar budaya massa kita menjadikan pergeseran ini sebagai unsur konstruktif, maka perlu ada penyadaran seluruh lapisan masyarakat. Penyadaran ini bisa dilakukan dalam skala struktur sosial kita. Pada masyarakat bali contohnya menurut widodo As dalam sambutan nya yang dibacakan gubernur bali Dewa Made Brataha kala itu mengatakan  kehidupan masyarakat Bali yang selama ini dikenal ramah, sopan, bersahaja dan tidak mudah terprovokasi kini mengalami pergeseran nilai. "Tindakan perbuatan yang mengarah anarkis dan emosional dalam memecahkan serta menghadapi suatu persoalan dalam kehidupan bermasyarakat," Ia mengatakan, kecenderungan yang bersifat kasuistis itu seyogyanya tidak patut terjadi dalam lingkungan kehidupan masyarakat Bali. Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional, kasus-kasus seperti itu akan cepat mencuat ke permukaan, baik di tingkat nasional maupun ke penjuru dunia. Jika tindakan itu tidak dihentikan dari sekarang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap citra pariwisata Bali yang telah memiliki konsep-konsep adiluhung," ujar Widodo AS.
Konsep nilai yang luhur itu antara lain "menyama braya" yakni semangat kebersamaan dan persaudaraan maupun konsep "tri hita karana" yakni hubungan yang harmonis sesama manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.
"Konsep-konsep luhur itu sudah saatnya dihayati kembali serta dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Bali sehari-hari," harap Widodo AS.

2.2 Faktor Penyebab Pergeseran nilai-nilai masyarakat Tradisional menuju Masyarakat Modern
          Banyak penyebab bergesernya nilai-nilai masyarakat dari masyarakat modern ke masyarakat tradisional, pergeseran itu bisa berdampak positif ataupun negative, tergantung dari perubahan yang terjadi di dalam masyarakat sebagai berikut:
a.      Pengaruh Globalisasi
Globalisasi merupakan perkembangan kotemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang berlangsung. Pebgaruh globalisasi akan dapat menghilangkanberbagai halangan dan rintangan yang manjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lainnya, globalisasi akan membawa perspektif baru bagi dunia tanpa tapal batas yang saat ini diterima sebagai realita masa depan yang akan mempengaruhi perkembangan budaya dan membawa perubahan baru. Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental. Dan jelaslah dalam globalisasi muncul pergeseran sebagai akibat pengaruh globalisasi yang mambawa peubahan besar dari semua sector kehidupa.
b.      Respon dari masyarakat selaku penerima perubahan
Banyak masyarakat mempunyai respon beda tentang pengaruh global. Biasanya Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Ini tergantung dari masing-masing individu ada yang negative responnya dan ada juga yang positif responnya. Pada masyarakat tradisional, umumnya unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:
1. unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar,
2. peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
3. unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.
Tapi kenyataannya tidak juga demikian ada masyarakat yang menanggapi perubahan yang berbeda, dalam artian negative
c.       Pengaruh Modernisasi
SALAH satu efek dari modernisasi adalah pergeseran nilai. Hal ini bisa dilihat dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Ketika ada unsur baru yang menarik di hati, maka masyarakat pun dengan perlahan tapi pasti akan mengikut pada nilai tersebut. Dalam hal ini nilai positif yang konstruktif dan negatif yang destruktif.
Fenomena yang paling tampak depan mata adalah nilai budaya. Nilai ini setidaknya bisa dilihat dari tiga hal: kognitif, interaksi sosial, dan artefak. Dalam tingkatan kognitif, budaya berada dalam pikiran pemeluknya. Di situlah berkumpul nilai, pranata serta ideologi. Pada skala interaksi sosial, bisa dilihat dan dirasakan karena ada hubungan. Sedangkan dalam wilayah artefak, nilai yang telah diyakini oleh pemilik kebudayaan itu ada dijelmakan dalam bentuk benda-benda.
Jika melihat perihal masyarakat kita, pergeseran nilai budaya memang wajar terjadi. Setidaknya ini terjadi karena efek dari modernisasi dan globalisasi. Terkadang juga nilai budaya yang telah lama dipegang menjadi sedemikian mudah untuk dilepaskan. Itu  dikarena terlalu kerasnya tarikan modernitas.
Modernitas seharusnya dimaknai sebagai pertemuan dari berbagai unsur dalam bumi. Ada kebaikan ada keburukan, ada tinggi ada rendah, ada atas ada bawah. Kita perlu selektif dalam mengadopsi unsur budaya yang masuk. Jangan sampai pranata sosial yang telah lama dibangun kemudian runtuh hanya persoalan kemilau modernitas.
Kelompok yang paling mudah mendapat pengaruh modernitas adalah golongan muda. Kaum muda biasanya ditandai dengan proses pencarian jati diri. Dalam perjalanannya, kadang ada individu yang berhasil mendapatkan jati dirinya dengan baik. Juga ada yang terperangkap dalam lorong gelap modernitas. Salah satu pengaruh modernitas ada pada dunia entertainment. Dunia ini penuh dengan lifestyle yang cenderung kebarat-baratan. Kiblat hidupnya selalu ke negara barat. Persoalannya bukan pada geografis, akan tetapi pada nilai. Sebagaimana kita ketahui, nilai barat cenderung liberal. Terutama dalam pergaulan.
d.      Kemajuan pariwisata
Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata. Demikian juga halnya yang berlangsung di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir, aktivitas sektor pariwisata telah didorong dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah dengan harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi primadona dalam penerimaan devisa negara.  Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan untuk turut membantu menaikkan cadangan devisa dan secara pragmatis juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan ke arah kestabilan khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Pariwisata secara sosiolosis terdiri atas tiga interaksi yaitu interaksi bisnis, interaksi politik dan interaksi kultural (B. Sunaryo, 2000).  Interaksi bisnis adalah interaksi di mana kegiatan ekonomi yang menjadi basis materialnya dan ukuran-ukuran yang digunakannya adalah ukuran-ukuran yang bersifat ekonomi.  Interaksi politik adalah interaksi di mana hubungan budaya dapat membuat ketergantungan dari satu budaya terhadap budaya lain atau dengan kata lain dapat menimbulkan ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang dipicu oleh kegiatan persentuhan aktivitas pariwisata dengan aktivitas eksistensial sebuah negara.  Sedangkan interaksi kultural adalah suatu bentuk hubungan di mana basis sosial budaya yang menjadi modalnya. Dalam dimensi interaksi kultural dimungkinkan adanya pertemuan antara dua atau lebih warga dari pendukung unsur kebudayaan yang berbeda. 
Pertemuan ini mengakibatkan saling sentuh, saling pengaruh dan saling memperkuat sehingga bisa terbentuk suatu kebudayaan baru, tanpa mengabaikan keberadaan interaksi bisnis dan interaksi politik. Kontak ini apabila terjadi secara massif akan mengakibatkan keterpengaruhan pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat setempat. Menurut Soekandar Wiraatmaja (1972) yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial atau mengenai susunan masyarakat.  Sedangkan perubahan budaya lebih luas dan mencakup segala segi kebudayaan, seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi, dsb.  Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya akan terjadi difusi (percampuran budaya). Kita lihat misalnya bagaimana terjadinya pergeseran kultur kehidupan masyarakat sekitar kawasan Candi Borobudur yang semula berbasis dengan aktivitas kehidupan agraris (bertani) bergeser menjadi masyarakat pedagang dan penjual jasa.
Dengan demikian pariwisata ditinjau dari  dimensi kultural dapat menumbuhkan suatu interaksi antara masyarakat tradisional agraris dengan masyrakat modern industrial. Melalui proses interaksi itu maka memungkinkan adanya suatu pola saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur kehidupan atau pola budaya masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi tuan rumah.  Dari dimensi struktural budaya, aktivitas industri pariwisata  memungkinkan  terjadinya suatu perubahan pola budaya masyarakat yang diakibatkan oleh penerimaan masyarakat akan pola-pola kebudayaan luar yang dibawa oleh para pelancong. Pola-pola kebudayaan luar ini terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta pola konsumsi yang diadopsi dari wisatawan yang datang berkunjung. 
Apabila tingkat massifitas kedatangan turis ini cukup tinggi maka ada kemungkinan terjadi “perkawinan” antara dua unsur kebudayaan yang berbeda. Dari pertemuan atau komunikasi antar pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut, akan muncul peniru-peniru perilaku tertentu atau muncul pola perilaku tertentu.  Meniru tindakan orang lain adalah kewajaran dari seorang manusia.  Tindakan ini bisa lahir karena tujuan-tujuan tertentu, dan bisa jadi karena terdorong oleh aspek kesadaran ataupun karena dorongan-dorongan yang sifatnya emosional. Artinya, seseorang individu  bisa saja meniru perilaku orang lain hanya karena dia melihat bahwa perilaku yang ditampilkan oleh orang lain tersebut nampak indah atau nampak lebih modern.  Tindakan meniru atau yang biasa disebut dengan tindakan imitasi bisa terjadi jika ada yang ditiru. Di sini faktor emosional dominan bermain karena seseorang tidak akan memikirkan apakah perilaku yang ditiru tersebut sesuai atau tidak dengan keadaaan dirinya. Dengan kata lain, orang tersebut tidak sempat lagi untuk memikirkan kenampakan-kenampakan yang paling mungkin untuk muncul ke permukaan, yang penting bagi dia adalah “aku ingin seperti turis itu karena aku menganggap turis itu keren”.
Kontak selanjutnya antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah adalah komunikasi verbal. Kontak antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan membutuhkan suatu perantara atau media atau alat yang mampu menjalin pengertian antara kedua belah pihak, perantara atau media tersebut adalah bahasa, bahasa menjadi faktor determinan. Akhirnya masyarakat kembali terdorong untuk bisa berbahasa asing. Dorongan itu muncul bukan semata-mata karena motif ingin berhubungan misalnya korespondensi atau yang lain, melainkan lebih disebabkan karena faktor ekonomi, untuk dapat komunikatif dalam memasarkan dagangannya (baik produk souvenir, jasa menjadi guide, dll). Ini berarti telah terjadi pola perubahan budaya masyarakat menuju ke arah yang positif yaitu memperkaya kemampuan masyarakat khususnya dalam bidang bahasa.
Demikian pula kemunculan hotel, cafe, maupun toko-toko cinderamata di sekitar kawasan wisata adalah variabel yang turut membantu menjelaskan apa yang menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan wisata.  Dengan adanya berbagai sarana penunjang pariwisata itu masyarakat menjadi paham akan adanya pola / sistem penginapan yang bersifat komersial,  dengan adanya cafe dan toko, logika pasar tradisional akan sedikit tergeser dari pola penjualan dengan model tawar-menawar menjadi model harga pas. Dengan demikian sedikit banyak telah terjadi pergeseran budaya dan tatanan sosial di masyarakat sekitar kawasan wisata.  Artinya budaya-budaya lama itu mengalami proses adaptasi yang diakibatkan oleh adanya interaksi dengan para pelancong tersebut.  Hal itu dimungkinkan juga karena sifat dari budaya itu sendiri yang dinamis terhadap perubahan yang terjadi.
e.       Pergeseran Budaya
Dalam perspektif fungsionalisme, perubahan budaya masyarakat pedesaan ini terjadi diawali dengan adanya tekanan dari pemerintah (misalnya peraturan, sanksi, iming-iming, dll) lalu ada penolakan dari sistem lama, integrasi antara keduanya dan akhirnya dicapai titik keseimbangan baru. Karena pada awalnya terjadi kesenjangan budaya, maka pemerintah membutuhkan agen-agen penyalur perubahan budaya ini. Pada masa orde baru, elite pemerintahan birokrasi desa yang dipantau ketat berperan aktif dalam menyalurkan perubahan kebudayaan ini.
Ada kalanya perubahan kebudayaan ini mendapat penolakan dari beberapa pihak. Namun sikap represif dan antipati segera akan muncul dan menyebabkan kelompok penolak perubahan budaya ini seolah-olah tersingkir dari lingkungan sosialnya. Seringkali terjadi penamaan status-status kepada kelompok yang menolak perubahan budaya ini. Misalnya saja orang tersebut dikatakan “kuno dan tentinggal”, “ndeso”, “tidak taat aturan” dan sebagainya. Penyikapan sosial inilah yang secara perlahan merubah penolakan (resistan) kepada penerimaan. Perlahan-lahan kebudayaan baru diterapkan dan kebudayaan lama ditinggalkan. Kalaupun kebudayaan lama masih dilakukan itupun sangat jarang.
Misalnya saja program listrik masuk desa dengan sangat cepat akan diikuti invasi teknologi, orang mulai beli radio, televisi, lemari es, mesin cuci dan sebagainya. Akses informasi yang dibawa oleh masing-masing alat komunikasi ini kemudian membawa nilai-nilai baru bagi warga desa.
Inovasi teknologi pertanian dari yang semula menggunakan peralatan sederhana menjadi mesin modern, dari yang semula membajak dengan binatang diganti membajak dengan mesin, semula menumbuk dengan alu berganti menumbuk otomatis dengan mesin, semula mengangkut hasil pertanian dengan pedati berganti dengan mobil. Kenyataan ini tidak hanya merubah paradigma masyarakat yang semula motivasi bertani adalah bertahan hidup, menjadi orientasi profit finansial. Disamping itu juga, percepatan panen padi membawa budaya instan dan sikap tergesa-gesa.
Program Keluarga Berencana (KB) merubah kebiasaan masyarakat dari “keluarga besar” menjadi—meminjam istilah pemerintah—“keluarga kecil sejahtera”. Pergeseran ini tidak hanya merubah pola hubungan keluarga dari “keterkaitan genetik/persaudaraan” menjadi “keterkaitan reproduksi dan finansial”, namun juga mengeliminasi adanya organisasi kultural masyarakat dalam sebuah “keluarga besar”.
Teknologi permainan merubah jenis permainan kelompok menjadi permainan modern teknologis yang cenderung individual. Misalnya permainan tradisional gobak sodor, gundu, patek lele, jumpritan tidak lagi populer dan diganti dengan permainan baru seperti Play Station (PS) dan game. Permainan tradisonal yang pada dasarnya menumbuhkembangkan psikomotorik-afektif diganti dengan permainan modern yang mengarah pada kognitif saja. Ini berpengaruh terhadap karakter anak setelah ia berkembang dan hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas.
Sehingga, kemudian jika ada orang atau sekelompok orang yang memiliki atau memelihara pola-pola budaya lama, dengan segera ia akan dicap buruk dan disingkirkan dari kelompok. Boleh jadi orang seperti ini akan dianggap menghalangi kemajuan, anti-progresifitas. Perlakuan ini membuat orang kemudian malu untuk menggunakan budaya lama dalam kehidupan sehari-hari, dan karena tidak pernah digunakan lagi budaya itu berangsur-angsur hilang.

4. 
Dampak Positif Pegeseran Nilai masyarakat Tradisional ke Moderen

Seperti yang telah di kemukakan diatas bahwa pergeseran nilai budya menimbulkan dampak positif ataupun negative, Dampak positifnya yaitu:
Ø  Arus komunikasi Lancar
Perubahan masyarakat dari tradisional ke modern berdampak pada sarana komunikasi, pada masyarakat tradisional mungkin masih menggunakan pentungan atau kulkul, burung merpati, surat sebagai alat berkomunikasi satu dengan yang lainya, dngan terjadinya pegeseran nilai-nilai maka sarana kmunikasi semakin cepat. Contoh ada handphone, telegram, dan sejenisnya sehingga komunikasi meenjadi cepat dan mudah dilaksanakan.
Ø  Berkembangnya ilmu pengetauan dan tehnologi
Pergerseran masyarakat tradisional menuju masyarakat modern membawa dampak yang sangat signifikan yaitu masyarakat modern yang yang dulunya tradisional dapat beraktivitas jauh lebih mudah. Contoh : pada masyarakat  yang dulu menggumakan tulisan tangan dalam mengirim surat sekarang sudah bisa lewat komputer atau pun laptop.
Ø  Tingkat hidup yang lebih baik
Peergeseran nilai erat hubunganya dengan pengaruh globalisasi, globalisasi menyebakan pergeseran nilai budaya. Berhubungan pula dengan industry-industri maju, dengan dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan trasportasi yang canggih merupakan salah satu untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ø  Perubahan sistem pengetahuan
Masyarakat bila sudah modern akan memilki kesadaran betapa pentingnya pendidikan. Dengan bekal pengetahuan masyarakat sudah siap untuk menghadapi pergeseran nilai yang mungkin terjadi di era global. Dengan pengetahuan pula kita dapat memproduksi  barang dan jasa dengan mudah.
Ø  Perubahan Pandangan Hidup
Pandangan hidup merupakan seseorang atau sekelompok orang yang bermangsud menanggapi dan memeranggakan segala masalah yang tejadi. Pandangan hidup sebgai komponen budaya cenderung berubah sejalan dengan perubahan konsep hidup masyarakat. Perubahan pandangan hidup masyarakat Indonesia terlihat pada perubahan sikapnya, prilaku dan karyanya  berkat pembangunan berkembanglah pandangan tentang pentingnya keseimabangan kehidupan yang material dan spiritual, pembaguanan yang berwawasan lingkungan.
2
.4. Dampak Negatif  Pergeseran nilai masyarakat Tradisional ke Moderen

Pergeseran nilai-nilai masyarakat selain berdampak positif dapat  juga dapat menimbulkan dampak negative, seperti :
Ø  Timbulnya sikap individualistis
Masyarakat merasa sangat dimudahkan dengan tehnologi maju  membuat mereka tidak lagi membutuhkan orang lain dalam aktivitasnya. Kadang- kadang mereka lupa akan dirinya sebagai mahluk social. Mereka cenderung untuk hidup sendiri-sendiri tanpa memperhatikan orang lain, rasa getong royong, ramah tamah dan sopan santun mulai memudar. Nilai-nilai yang telah dijunjung sesuai budaya leluhur mereka akan mulai di tinggalkan. Akibat dari memudarnya nilai-nilai budaya local akan menimbulkan sikap individualistis
Ø  Kesenjangan social
Pergeseran nilai masyarakat tradisional ke modern tidak lepas dari pengaruh modernisasi dan pengaruh globalisasi, bila ada beberapa individu yang dapat mengikuti pengaruh tersebut akan terjadi kesenjangan social. Kesenjangan social akan menyebabkan jarak anatara si kaya dan si miskin dan hal ini bisa merusak nilai-nilai kebinekaan dan ketunggalikan bangsa Indonesia. Hal ii juga akan memicu prasangka social, persaingan dalam kehidupan cenderung akan mebuat orang tersebut frustasi, maka orang akan timbulah tindak criminal seperti perampokan hanya untuk alasan pemenuhan kebutuhan.
Ø  Masuknya Nilai-nilai Dari Budaya Lain
Masyarakat modern umumnya telah mengetahui tehnologi, seperti internet, handpone media televise dan tehnologi yang lainya yang ditiru habis-habisan. Internet contohnya bila digunakan untuk memperdalam materi pejaran itu baik. Tetapi sebaliknya dan ini sebuah kenyataan bahwa internet terkadang digunakan untuk mengakses video porno atau yang betentangan dengan norma-norma masyarakat. Selain itu apresiasi terhadap nilai budaya localpun pudar serta nilai keagamaan akan mengalami kemunduran. Disini bisa dilihat pergeseran nilainya yaitu Beralih ke budaya barat dan budaya lainya.
Ø  Penyebaran nilai-nilai politik barat yang kurang
Penyebaran nilai-nilai politik barat secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk-bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum. Masyarakat cenderung menghadapi dengan anarkisme.
Ø  Kenakalan Remaja
Imbas dari pergeseran nilai-nilai masyarakat moderent adalah kenakalan remaja. Pengaruh internet ataupun HP yang ditiru habis-habisan menimbulkan kenakalan remaja, contoh bila remaja membawa Hp camera bisa menyimpan sesuatu yang porno didalam hpnya sehingga suatu saat pasti remaja mencoba adegan itu, padahal adegan itu hanyalah untuk orang yang sudah mempunyai ikatan perkawinan. Maka telah terjadi pegeseran nilai masyarakat tradisional ke modern. Masyarakat Moderen cenderung melupakan budaya aslinya.
Ø  Adanya Penyakit Masyarakat
Penyakit masyarakat atau Patologi Sosial bisa muncul di karenakan pergeseran nilai masyarakat, seperti yang telah dijelaskan bahwa pergeseran nilai berdampak pada kesenjangan social. Maka si miskin terpaksa mencuri untuk pemenuhan kebutuhan. Selain itu banyak orang memilih untuk menjadi Psk itupun kebanyakan karena alasan kebutuhan, walau ada karena alasan lain. Maka pergeseran nilai dan norma kesusilaan bergeser secara cepat

Kamis, 03 Oktober 2013

Kebudayaan Bali



Adat & Kebudayaan Bali

Adat dan kebudayaan di Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan religius masyarakatnya. Adat dan kebudayaan tersebut memiliki akar sejarah yang sangat panjang sehingga mencerminkan konfigurasi yang ekspresif dengan dominannya nilai religius dari agama Hindu. Kongifurasi tersebut meliputi agama, pola kehidupan, pola pemukiman, lembaga kemasyarakatan, dan kesenian pada masyarakat Bali.

Agama     

Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu yang memiliki kerangka dasar meliputi tiga hal yaitu Tatwa (filsafat), Tata Susila dan Upacara. Agama Hindu berdasarkan pada kitab suci Wedha, yang keseluruhannya dihimpun dalam empat Samhita, yaitu Reg Wedha Samhita, Sama Wedha Samhita, Yayur Wedha Samhita dan Atharwa Wedha Samhita. Pada hakikatnya ajaran agama Hindu adalah Panca Cradha yang artinya lima keyakinan, yaitu Widi Cradha adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, Atma Cradha adalah keyakinan akan adanya atman atau jiwa pada setiap makhluk, Karma Phala Cradha adalah keyakinan terhadap hukum perbuatan, Punarbhawa Cradha adalah keyakinan terhadap adanya reinkarnasi atau kelahiran kembali setelah kematian, Moksa Cradha adalah keyakinan terhadap moksa yaitu kebahagiaan yang kekal abadi.
Untuk melakukan sembahyang atau pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya harus di tempat suci yaitu Pura. Menurut fungsinya Pura digolongkan atas dua jenis yaitu Pura Umum sebagai tempat suci pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi dan Genealogis yaitu tempat suci untuk pemujaan terhadap roh leluhur. Upacara atau persembahan kepada Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa disebut Yadnya. Secara keseluruhan di Bali ada lima macam upacara yang disebut Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya adalah persembahan kepada Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya, Rsi Yadnya adalah kebaktian kepada para Rsi dan Sulinggih, Manusia Yadnya adalah upacara daur kehidupan manusia mulai dari dalam kandungan, kelahiran, masa anak-anak, masa dewasa, hingga meninggal, dan Pitra Yadnya adalah persembahan kepada para leluhur, serta Butha Yadnya yaitu korban yang ditujukan kepada kekuatan-kekuatan yang berfungsi
memelihara keseimbangan alam.

Pola Kehidupan
 Pola kehidupan masyarakat umat Hindu di Bali sangat terikat pada segi-segi kehidupannya yaitu diwajibkan melakukan pemujaan atau sembahyang pada pura tertentu, diwajibkan pada satu tempat tinggal bersama dalam komunitas, dalam kepemilikan tanah pertanian diwajibkan dalam satu subak tertentu, diwajibkan dalam status sosial berdasarkan warna, pada ikatan kekerabatan diwajibkan menurut prinsip patrilineal, diwajibkan menjadi anggota terhadap sekeha tertentu, dan diwajibkan dalam satu kesatuan administrasi desa dinas tertentu.

Pola Pemukiman
Struktur pemukiman masyarakat Bali dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu pemukiman pola kosentris seperti pada masyarakat Bali yang tinggal di pegunungan dan pemukiman pola menyebar seperti pada masyarakat Bali yang berada di dataran rendah. Pada pola kosentris Desa Adat menjadi titik sentral. Sedangkan pada pola menyebar, desa terbagi-bagi ke dalam satu kesatuan wilayah yang lebih kecil yang disebut Banjar.
Bangunan pada pemukiman masyarakat Bali menurut fungsinya dibedakan atas tiga jenis yaitu bangunan tempat pemujaan (pura), bangunan umum, dan bangunan tempat tinggal yang terdiri dari berbagai bentuk bangunan sesuai dengan pola tempat tinggal orang Bali yang bersifat majemuk. Sistem budaya yang menata pemukiman di Bali berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana yang juga diacu pada konsepsi dualistis, yaitu konsepsi akan adanya dua kategori dalam tata arah utara-selatan (kaja-kelod) yang berkaitan dengan hulu-hilir (luan-teben) dan sakral-profan (suci-cemer). Segala sesuatu yang bernilai suci atau sakral menempati letak di bagian hulu (luan) yaitu pada arah gunung atau matahari terbit. Letak pura arah sembahyang yang bernilai suci harus terletak pada posisi hulu (luan). Sebaliknya segala sesuatu yang dianggap tidak suci atau profan harus menempati posisi hilir (teben) yaitu pada arah kelod atau ke laut, seperti letak kuburan, kandang ternak, kamar kecil, dan tempat pembuangan sampah.

Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan pada masyarakat Bali adalah bersifat tradisional, yaitu Desa, Banjar, Subak dan Sekeha. Bentuk lembaga masyarakat tradisional yang berdasarkan satu kesatuan wilayah disebut Desa. Konsep Desa memiliki pengertian pada Desa Adat dan Desa Dinas. Desa Adat merupakan satu kesatuan masyarakat hubungan adat di daerah Bali yang mempunyai kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga, yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Landasan dasar dari Desa Adat harus berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana. (Tri Hita Karana yaitu suatu konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh setiap orang Bali. Ketiga komponen tersebut adalah Parhyangan atau Tuhan yang memberi perlindungan bagi kehidupan, Palemahan yaitu seluruh wilayah dari lembaga tersebut, dan Pawongan yaitu sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga yang bersangkutan). Sedangkan Desa Dinas adalah satu kesatuan wilayah administratif di bawah wilayah Kecamatan.
Menurut strukturnya, Desa Adat diklasifikasikan pada dua pola yaitu Desa Adat yang memiliki pola sentralisasi dan Desa Adat yang memiliki pola desentralisasi. Pada pola pertama posisi dan fungsi Desa Adat sangat sentral, sedangkan pada pola kedua Desa Adat terbagi-bagi ke dalam beberapa kesatuan wilayah di bawah desa (sub desa) yang disebut Banjar. Banjar selain berfungsi secara administratif, juga berfungsi secara religius dan menangani fungsi-fungsi yang bersifat sosial, ekonomi, dan kultural. Pada umumnya di dalam satu Banjar memiliki rata-rata anggota 50 sampai 100 kepala keluarga. Setiap Banjar memiliki tempat atau pusat pertemuan yang disebut Balai Banjar.
Subak adalah salah satu bentuk lembaga kemasyarakatan pada masyarakat Bali yang bersifat tradisional dan yang dibentuk secara turun temurun oleh masyarakat umat Hindu Bali. Subak berfungsi sebagai satu kesatuan dari para pemilik sawah atau penggarap sawah yang menerima air irigasi dari satu sumber air atau bendungan tertentu. Subak merupakan satu kesatuan ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan. Pada umumnya tugas setiap warga subak adalah untuk mengatur pembagian air, memelihara dan memperbaiki sarana irigasi, melakukan kegiatan pemberantasan hama, melakukan inovasi pertanian dan mengkonsepsikan serta mengaktifkan kegiatan upacara. Karena subak memiliki struktur yang berlandaskan konsepsi Tri Hita Karana, maka setiap subak di Bali harus memiliki pura pemujaan.
Sekeha merupakan lembaga sukarela yang dibentuk atas dasar tujuan-tujuan tertentu. Di pulau dewata ini terdapat bermacam-macam sekeha di bidang kehidupan pertanian, kerajinan, kesenian, keagamaan, dan lain-lain.

Kesenian
Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga terlihat seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat Bali. Atas dasar fungsinya yang demikian maka kesenian merupakan satu fokus kebudayaan Bali. Daerah Bali sangat kaya dalam bidang kesenian, seluruh cabang kesenian tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya yang meliputi seni rupa, seni pertunjukan dan seni suara.
Seni rupa mencakup satu cabang yang terdiri dari seni pahat, seni lukis dan seni hias. Seni pahat pada masyarakat Bali telah mengalami suatu perkembangan yang panjang yaitu patung-patung yang bercorak megalitik yang berasal dari jaman pra Hindu yang dipandang sebagai penghubung manusia dengan nenek moyang dan kekuatan alam, arca dewa-dewa yang dianggap sebagai media manusia dengan dewa-dewa dan jenis ini merupakan pengaruh Hindu-Budha, patung-patung yang bertemakan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata dan Ramayana, bentuk-bentuk relief yang dipahatkan pada tembok pintu dan tiang rumah, serta patung-patung yang berbentuk naturalis.
Untuk seni tari tradisional di Bali berdasarkan fungsinya digolongkan dalam tiga jenis yaitu Tari Wali (Tari Sakral) merupakan tarian keagamaan yang dianggap keramat, Tari Bebali merupakan tarian yang berfungsi sebagai pengiring upacara, dan Tari Balih-Balihan merupakan tarian yang berfungsi sebagai hiburan. Jenis tarian sacral atau yang dianggap keramat antara lain : Tari Sanghyang Dedari, Tari Rejang Sutri, Tari Pendet, Tari Baris Gede, Tumbak, Baris Jangkang, Baris Palung, Pusi, Seraman, Tekok Jago, Topeng Pajangan, Wayang Lemah, Wayang Sudamala, Tari Abuang, Tari Bruntuk, Tari Dakamalon, Tari Ngayab, dan Tari Kincang-Kincung. Alat pakaian atau gander yang digunakan oleh masyarakat akan disucikan atau disakralkan.

Tari Barong


Tari Barong mengambarkan pertarungan yang sengit antara kebaikan melawan kejahatan. Barong vs Rangda ialah dua eksponen yang saling kontradiktif satu dengan yang lainnya. Barong dilambangkan dengan kebaikan, dan lawannya Rangda ialah manifestasi dari kejahatan. Tari Barong biasanya diperankan oleh dua penari yang memakai topeng mirip harimau sama halnya dengan kebudayaan Barongsai dalam kebudayaan China. Sedangkan Rangda berupa topeng yang berwajah menyeramkan dengan dua gigi taring runcing di mulutnya.


Tari Kecak

Tari Kecak pertama kali diciptakan pada tahun 1930 yang dimainkan oleh laki-laki. Tari ini biasanya diperankan oleh banyak pemain laki-laki yang posisinya duduk berbaris membentuk sebuah lingkaran dengan diiringi oleh irama tertentu yang menyeruakan “cak” secara berulang-ulang, sambil mengangkat kedua tangannya. Tari Kecak ini menggambarkan kisah Ramayana di mana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana.

Rabu, 31 Juli 2013

7 Keajaiban Alam Indonesia yang Tidak di Miliki Negara Lain

1. Ubur-ubur yang tidak menyengat, Danau Kakaban, Kaltim



keajaiban dari Danau Kakaban ini adalah adanya ubur-ubur yang tidak menyengat yang tinggal di bawah airnya. Ajaibnya, ubur-ubur seperti ini hanya terdapat di dua tempat di dunia, yaitu di Danau Kakaban dan Jellyfish Lake di Palau, Micronesia di kawasan tenggara Laut Pasifik. Anda bisa berenang dan menyelam ke dasar danaunya untuk bertemu ubur-ubur unik ini.

Pulau Kakaban adalah salah satu dari total 31 pulau yang tergabung dalam Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Danau Kakaban di pulau ini diklaim sebagai danau ubur-ubur terbesar di dunia. Sebabnya, terdapat 4 jenis ubur-ubur di danau ini, yaitu ubur-ubur bulan, ubur-ubur totol, ubur-ubur kotak, dan ubur-ubur terbalik. Sedangkan Jellyfish Lake di Palau hanya memiliki dua jenis ubur-ubur saja. Wow!

Danau Kakaban sendiri memiliki tekstur yang unik. Danau ini terbentuk akibat karang yang naik di atas permukaan laut dengan ketinggian hingga 50 meter. Kemudian, karang ini membuat sejumlah air terperangkap, dan terbentuklah danau.

2. Garam di atas gunung, Gunung Krayan, Kaltim



Masih di Kaltim, satu lagi keajaiban di sini adalah terdapat garam di atas gunung. Garam tersebut berada dalam sumur di Desa Long Midang, Gunung Krayan yang berjarak 100 km dari laut di ketinggian 2.400 mdpl. Ajaib!

Garam gunung yang dihasilkan di Krayan memiliki penampilan yang sama dengan garam laut, yaitu seperti pasir dan berwarna putih. Tetapi, ternyata garam gunung memiliki kandungan yodium yang lebih tinggi dibanding garam laut lho!

Proses pembuatan garam ini pun berbeda dengan garam laut. Bahan dasar berupa air sumur di Desa Long Midang, direbus satu malam hingga air mengering. Setelah kering, tertinggalkan butiran kristal yang merupakan garam basah lalu garam basah ini dimasukkan ke dalam batang bambu dan dibakar hingga bambu habis terbakar api. Sisa bakaran inilah yang merupakan garam kering yang kemudian dibungkus daun dan siap dijual.

3. Fosil penyu dan batu karang, Gua Batu Cermin, Manggarai Barat, NTT



Selain komodo, Gua Batu Cermin merupakan keajaiban dari NTT. Sebabnya, di dalam gua ini terdapat gugusan batu karang dan fosil penyu di dinding guanya. Gua Batu Cermin berada di Kampung Wae Kesambi, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT.

Untuk melihat keajaiban ini, Anda harus menelusuri gua sepanjang ratusan meter. Selain itu, kilauan staklatit dan staglagmit di gua ini juga unik. Tak heran, gua ini selalu menjadi agenda wajib saat berkunjung ke Flores.
Fosil penyunya dapat Anda lihat dengan menggunakan senter karena gelapnya suasana di dalam gua. Gugusan batu karang pun terlihat jelas, seperti batu karang yang ada di bawah lautan. Oleh sebab itu, batu-batu karang dan penyu yang seharusnya berada di bawah lautan, mengapa bisa berada di dalam gua di atas daratan? Inilah tanda tanya besar sekaligus menjadi keajaiban alam.

4. Pasir pantai merah muda, Pulau Komodo, NTT



Jika pantai biasanya berpasir putih atau hitam, maka pantai ini mempunyai pasir yang berwarna pink. Datanglah ke Pink Beach di Pulau Komodo. Pantai ini letaknya ada di balik bukit, sehingga sepi dan terpencil. Air laut di sekitar pantainya sangat biru jernih dan menggoda untuk diving atau snorkeling.
Warna pink di pantai ini akan terlihat lebih pekat dibanding pasir yang masih kering.

Warna pinknya merupakan komposisi dari koral, pecahan kerang dan kalsium karbonat dari biota laut yang ada di sana.
Anda bisa menuju Pink Beach dari Labuan Bajo. Bersantai di pantai berenang di lautan, atau sekedar berfoto-foto di pantai yang merupakan salah satu keajaiban Indonesia ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

5. Danau tiga warna, Ende, NTT



Satu lagi keajaiban dari Flores, yaitu Danau Kelimutu yang mempunyai tiga warna. Hitam, biru tua, dan biru, adalah tiga warna dari danau ini yang terletak di Kecamatan Kelimutu, Ende, NTT. Tak hanya wisatawan dalam negeri saja, danau ini sudah memesona hingga ke traveler mancanegara.

Keajaiban dari ketiga danau ini adalah dapat berubah warna. Bila beruntung, Anda dapat melihat warna-warna yang berubah warna, seperti warna merah menjadi hijau, dari hijau muda menjadi hijau keputih-putihan, dan lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor kandungan mineral, lumut dan batu-batuan di dalam kawah dan juga pengaruh cahaya Matahari.

Selain itu, masyarakat sekitar percaya bahwa perubahan warna tersebut mengandung ‘pesan’ tersendiri. Meski demikian, perjalanan menuju ke Danau kelimutu tidaklah mudah. Anda harus berjalan sepanjang 3 kilometer dan melewati 236 anak tangga untuk mencapai Puncak Kelimutu. Dari sinilah, ada keindahan dan keajaiban alam yang sangat menawan.

6. Air panas di pinggir pantai, Tidore



Pemandian air panas di kolam atau gunung, sudah biasa. Akan tetapi, di Pantai Akesahu, Tidore, Maluku Utara, terdapat pemandian air panas di pinggir pantai. Benar-benar di pinggir pantai dan di depan Anda adalah lautan. Ajaib!

Air panas Akesahu terletak sekitar 30 menit dari dari Pelabuhan Rum, pelabuhan utama di Tidore. Ajaibnya, walaupun terletak di pinggir pantai, air panas ini rasanya tawar. Ditambah dengan pepohonan rindang dan pasir pantai yang halus, mandi air panas di tempat ini benar-benar berbeda dari biasanya.

Air panas ini berasal dari sumber air panas yang terletak di dekat pantai. Merendamkan diri di air panasnya sambil menikmati suasana pantai sangatlah menyenangkan. Cukup dengan biaya Rp 2.000 saja, Anda dapat menikmati keajaiban alam ini.

7. Pasir putih di bukit Lembah Baliem, Papua 



Jika selama ini Anda menggangap pasir putih hanya ada di pantai saja, maka datanglah ke Desa Aikima di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Di sana terdapat pasir putih yang berada di atas bukit dan berjarak ratusan kilometer dari pantai. Wow!

Anda harus mendaki bukit untuk melihat pasir putihnya dari dekat. Dari kejauhan saja, hamparan pasir putihnya sudah terlihat jelas. Warnanya mencolok dengan latar gunung hijau dan langit yang biru. Pasir itu seakan mengalir dari atas bukit. Putih dan bersih, memantulkan cahaya matahari hingga tampak bak kristal.
Berdasarkan sains, pasir putih ini ada karena bentukan alam.

Dulu, Lembah Baliem adalah sebuah danau raksasa bernama Wio. Sekitar tahun 1813, terjadi gempa yang menyebabkan pergeseran dan perubahan geologi. Dari situ terbentuk pula Sungai Baliem yang meliuk di tengah lembah ini. Konon, pasir putih Desa Aikima adalah salah satu sisi danau purba tersebut.

Source: http://www.kaskus.co.id/thread/51f7d3ba41cb174940000001